Sabtu, 18 Mei 2019

Langkahku

Disudut pandang, gunung tampak besar tak jadikan penghalang.
Kerikil - kerikil di bawah kakiku tak nampak bagaikan permadani bersatu dengan tanah.
Kobaran api dalam dada tak pernah padam.
Selalu menunjukkan merah keberanianya dan melangkah dengan pasti.

Air hujan bagaikan serpihan-serpihan debu yang terbang mengelilingi hayalan.
Matahari bagaikan selimut yang menyelimuti tubuh, seakan ingin berontak dan berlari mengejar impian.
Semuanya mengiringi langkahku untuk impian-impian yang lain.

Kucoba langkahkan kakiku bukan untuk impian,  tetapi untuk harapan.
Namun, sebuah pohon di depan mata membuat langkahku tak berdaya.
Ingin berlari, namun sulit.
Ingin menatap ke depan, namun terhalang.
Ingin kurentangkan tangan mencoba tuk melepas,  namun terikat.

Kobaran api kini padam.
Gunung tampak begitu kecil.
Kerikil-kerikil tampak besar membuat langkahku semakin sulit.
Adakah langkahku untuk harapan?
Api,  gunung dan kerikil menjawab,
langkahku hanyalah untuk impian-impian yang lain.

Senin, 13 Mei 2019

Kesadaran

Zaman yang semakin modern d era globalisasi yang seharusnya semakin maju,  semakin berpikir kritis,  semakin banyak inovasi justru di samping itu semua, terjadi kemerosotan akan kesadaran yang kuat bahkan bisa d jadikan sebagai pondasi berlangsungnya kehidupan.  Kesadaran apakah itu?  Kesadaran akan adanya kedisiplinan.

Minggu, 12 Mei 2019

MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG BERORIENTASI HOTS MELALUI PROBLEM BASED LEARNING DAN PEMBERIAN REWARD


ABSTRAK

Pendidikan pada era globalisasi sekarang ini, bukanlah sebatas mengisi pengetahuan atau materi-materi saja ke kepala peserta didik. Akan tetapi, harus sesuai dengan peraturan pemerintah yang memberlakukan Kurikulum 2013. Pada kurikulum ini pendidikan berpusat pada siswa dengan tujuan untuk pembentukan 4C yaitu Critical Thinking and Problem solving, Creativity and Innovation, Collaboration, dan Communication. Jenis Softskill yang tertuang dalam 4C ini dikenal dengan kompetensi pada keterampilan abad-21, yang  mana pada abad ini dunia berkembang dengan cepat dan dinamis. Sehingga 4C ini sebagai kunci kesuksesan peserta didik dalam menghadapi kehidupan dimasa depan. Pendidik harus mampu membangun kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, cermat, sistematis, evaluatif, analitis, fleksibel, bekerja sama dan menciptakan ide-ide baru pada diri peserta didik. Hal ini dapat dilakukan melalui pembelajaran Matematika yang menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi atau yang sering dikenal dengan Higher Order of Thinking Skill (HOTS). HOTS merupakan kemampuan untuk menganalisis, menghubungkan, memanipulasi dan mengubah pengetahuan yang sudah dimiliki dengan berpikiran yang kritis dan kreatif untuk menciptakan sebuah  ide atau cara dalam  memecahkan masalah pada situasi yang baru. Untuk membangun generasi emas tahun 2045 yang dibekali oleh keterampilan abad 21, bukan hanya kompetensinya saja yang harus dimiliki oleh peserta didik, akan tetapi harus memiliki nilai karakter agar peserta didik dapat beradaptasi pada lingkungan yang dinamis, yang semakin kompleks, tidak pasti namun banyak harapan untuk kemajuan bangsa. Sehinga peserta didik memiliki nilai-nilai yang kokoh yaitu nilai spiritual, nilai moral dan nilai keilmuannya. Oleh karena itu, penting bagi pendidik untuk merubah strategi pembelajarannya khususnya dalam pelajaran Matematika yaitu dengan mengombinasikan model pembelajaran Problem Based Learning dan Pemberian Reward berorientasi HOTS yang didasari penanaman Pendidikan Karakter.

Kata Kunci : Higher Order of Thinking Skill (HOTS), Penguatan Pendidikan Karakter, Matematika dengan Problem Based Learning dan Pemberian Reward.



A.      PENDAHULUAN
Dunia pendidikan merupakan sebuah wadah untuk menghasilkan para generasi muda yang siap untuk menghadapi masa depan yang semakin global. Sesuai dengan yang tercantum di dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah di jelaskan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global sehingga diperlukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Oleh karena itu, pemerintah membuat kebijakan tentang Penguatan Pendidian Karakter (PPK) yang merupakan integrasi dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yaitu perubahan cara berpikir, bersikap dan bertindak menjadi lebih baik. Sehingga terwujud generasi emas 2045 yang memiliki nilai karakter spiritual, sosial dan keilmuan yang kokoh disertai keterampilan abad 21 yaitu pertama kualitas karakter yang meliputi kristalisasi nilai-nilai PPK yaitu Religiositas, Nasionalisme, Kemandirian, Gotong Royong, dan Integritas. Kedua yaitu Literasi dasar yang meliputi Literasi bahasa, Literasi Numerasi, Literasi Sains, Literasi Digital, Literasi Finansial, Literasi Budaya dan Kewargaan dan yang ketiga yaitu kompetensi yang meliputi Berpikir Kritis, Kreativitas, Komunikasi dan Kolaborasi.
Salah satu proses untuk mewujudkan tercapainya kompetensi yang tercermin dalam keterampilan abad 21 yaitu melalui pembelajaran Matematika.
Matematika adalah pelajaran yang universal dan berbentuk abstrak, namun dapat diartikan secara konteks yang menuntut peserta didik untuk mengembangkan pola pikir secara kritis, untuk mengartikan dan menyelesaikan masalah atau soal-soal yang ada serta dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Matematika merupakan pelajaran yang memiliki tujuan agar peserta didik menjadi orang pemikir (thinker) dan menjadi orang pemecah masalah (problem solver).
            Peserta didik dapat menjadi orang pemikir dan pemecah masalah apabila ditanamkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau sering disebut dengan Higher Order of Thinking Skills (HOTS). Semakin kuatnya nilai keilmuan generasi muda di masa yang akan datang, maka perlu diimbangi dengan kuatnya nilai pendidikan karakter dalam diri generasi muda sebagai jiwa utama dengan memperhatikan keragaman budaya Indonesia dan siap untuk menghadapi dinamika perubahan masa depan. Oleh karena itu, pembelajaran matematika perlu dirancang sedemikian rupa agar dalam diri peserta didik tertanam pendidikan karakter melalui ilmu Matematika yang berorientasi HOTS dengan mengombinasikan model pembelajaran Problem Based Learning dan Pemberian Reward.
B.       KAJIAN TEORI
1.      HIGHER ORDER OF THINKING SKILLS (HOTS)
Higher Order of Thinking Skills (HOTS) merupakan bagian dari tingkatan pemikiran yang bernama Taksonomi Bloom’s yang dikenal sebagai konsep dari Benjamin S.Bloom dkk. Tingkat pemikiran ini mulai dari Lower Order of Thinking Skills (LOTS) yaitu keterampilan berpikir tingkat rendah sampai dengan Higher Order of Thinking Skills (HOTS) yaitu keterampilan berpikir tingkat tinggi. HOTS ini merupakan bagian dari ranah kognitif yang bertujuan untuk mengasah keterampilan mental berkaitan dengan pengetahuan. Pada tahun 2001, taksonomi Bloom ini kemudian di revisi oleh Lorin Anderson, David Karthwohl, dkk.  Adapun perubahan susunan Taksonomi Bloom tersebut yaitu seperti tampak pada gambar berikut :


Menurut Adi Saputra, M.Pd, “HOTS adalah kemampuan berpikir Kritis, logis, reflektif, metakognitif dan berpikir kreatif yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi.” Di dalam kurikulum 2013, materi yang diajarkan sampai membentuk metakognitif yaitu peserta didik dapat memprediksi, mendesain dan memperkirakan. Hal ini sejalan dengan tahapan HOTS yaitu Analyzing (analisis), Evaluazing (Evaluasi) dan Creating (kreasi).



Analyzing (analisis) yaitu kemampuan berpikir dalam menspesifikasi aspek-aspek atau elemen dari sebuah konteks tertentu. Evaluazing (Evaluasi) yaitu kemampuan berpikir dalam mengambil keputusan berdasarkan fakta atau informasi. Dan Creating (kreasi) yaitu kemampuan berpikir dalam membangun gagasan atau ide-ide. Analyzing dan Evaluazing merupakan ranah dalam pembentukan berpikir Kritis pada peserta didik dan Creating merupakan ranah dalam pembentukan kreatif pada peserta didik sebagai akhir dari tujuan pembelajaran.
Didalam buku Psikologi Umum yang ditulis oleh Drs. Alex Sobur, M.Si, dijelaskan bahwa berpikir mempunyai arti berjerih payah secara mental untuk memahami sesuatu yang dialami atau mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang dihadapi. Dalam berpikir juga termuat kegiatan meragukan dan memastikan, merancang, menghitung, mengukur, mengevaluasi, membandingkan, menggolongkan, memilah-milah, atau membedakan, menghubungkan, menafsirkan, melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada, membuat analisis dan sintesis, menalar atau menarik kesimpulan, dari premis-premis yang ada, menimbang dan memutuskan (Sobur, 2009:201). Berpikir Kritis di sebut juga sebagai berpikir evaluatif yang menilai baik buruknya dan tepat atau tidaknya suatu gagasan.
Tingkatan keterampilan berpikir menurut (krulik dan Rudnick, 1999) secara umum, keterampilan berpikir terbagi menjadi empat tahapan yaitu Recall Thinking (menghapal), Basic thinking (dasar), Critical Thinking (Kritis), dan Creative Thinking (kreatif). Menghapal merupakan tingkat berpikir paling rendah. Basic seperti memahami konsep penjumlahan. Kritis yaitu berpikir yang berupa memeriksa, menghubungkan dan mengevaluasi semua aspek situasi atau masalah termasuk didalamnya mengumpulkan, mengorganisir, mengingat dan menganalisa informasi. Kemampuan menarik kesimpulan yang benar dari data yang diberikan dan mampu menentukan ketidakkonsistenan dan pertentangan dalam sekelompok data merupakan bagian dari berpikir kritis. Sedangkan berpikir kreatif yaitu bersifat orisinal dan reflektif kegiatannya menyatukan ide atau menciptakan ide baru.
Salah satu tujuan pendidikan Matematika yaitu agar peserta didik dapat memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi yang diantaranya yaitu berpikir kritis dan kreatif. Oleh karena itu, perlu implementasi keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam kelas dengan melaksanakan pembelajaran yang berorientasi Higher Order of thinking skills (HOTS). Beberapa motivasi yang dapat dilakukan oleh guru untuk memotivasi peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi menurut Conklin dan Manfro (2010;18) yaitu :
1.      Membuka pelajaran dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada HOTS untuk mengawali diskusi dan debat.
2.      Mengakhiri pelajaran dengan pertanyaan-pertanyaan HOTS yang digunakan untuk sebagai alat penilaian.
3.      Menempatkan aktivitas brainstorming pada pertengahan pelajaran untuk mendorong siswa menemukan ide dan berpikir kreatif.
4.      Memberikan tugas berupa open ended sebagai pekerjaan rumah untuk mengetahui kreativitas dan pemahaman mereka terhadap pelajaran yang telah dipelajari.
Beberapa pertanyaan yang dapat digunakan oleh guru untuk membimbing peserta didik berpikir tingkat tinggi menurut Krulick & Rudnick (1995:3) yaitu what’s if ... ? (Bagaimana jika ...?), what’s wrong ...? (Apa yang salah ...?), what’s would you do ... ? (apa yang akan kamu lakukan ... ?), dan what’s another ways ... (Adakah cara lain ...?).  adapun ciri-ciri dari soal HOTS menurut Sabda PS (founder zanius education) yaitu :
1.      HOTS fokus pada menalar
2.      Soal HOTS tidak selalu susah
3.      Soal HOTS banyak menanyakan fenomena sehari-hari
4.      Keunggulan Soal HOTS bukan isi pelajarannya yang utama, tapi efek dari belajar tersebut yang paling penting.
Contoh soal HOTS diantaranya yaitu :
Rudi ingin mengambil uang sejumlah Rp. 1.000.000,- dalam dua ATM yang berbeda dengan nilai nominal Rp. 100.000,- dan Rp. 500.000.-. berapa banyak variasi pengambilan uang yang dapat dilakukan oleh Rudi?
Dalam sebuah pertandingan sepak bola, Dimas mendapat lima kali melakukan tendangan penalti. Peluang tendangan Dimas menghasilkan gol adalah  . Berapa peluang tendangan Dimas menghasilkan 2 gol?
Pada soal HOTS diatas, siswa dituntut untuk menyelesaikannya dengan menelaah soal sampai memahami masalahnya, merancang model matematika dari soal cerita tersebut disesuaikan dengan materi yang telah mereka pelajari, kemudian menyelesaikan model matematika tersebut sampai dengan menafsirkan solusi yang diperoleh untuk memecahkan masalah dalam soal tersebut.



2.      Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa kebijakan dalam dunia pendidikan untuk mempersiapan membangun Generasi Emas tahun 2045 yang dibekali dengan Keterampilan Abad 21. Kualitas Karakter merupakan salah satu aspek untuk membangun Generasi Emas 2045 dengan disertai kemampuan dalam aspek Literasi dan Kompetensi. Penguatan Pendidikan Karakter ini merupakan salah satu kebijakan yang terintegrasi dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yang bertujuan untuk menciptakan perubahan cara berpikir, cara bersikap dan bertindak menjadi lebih baik.
Besarnya tuntutan masa depan yang semakin global memunculkan kesadaran bahwa negara harus mempersiapkan generasi muda yang siap tangkap menghadapi tantangan ke depan yang semakin kompleks. Oleh karena itu, pendidikan karakter perlu ditanamkan pada peserta didik sebagai generasi muda yang akan datang yaitu terutama nilai spiritual, sosial dan keilmuannya.
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menurut Perpres 87/2017 didefinisikan sebagai gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik) dengan dukungan pelibatan publik dan kerjasama antara sekolah, keluarga dan masyarakat yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Revolusi mental (GRNM) (Wahyudin, 2018:16). Selain itu, penerapan PPK dilatarbelakangi juga oleh amanat yang tercantum di dalam Undang-Undang Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 3 yang menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
Berdasarkan latarbelakang tersebut, maka Tujuan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) diantaranya :
1.       Mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat;
2.       Membangun dan membekali Peserta Didik sebagai generasi emas Indonesia Tahun 2045 guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan;
3.       Mengembangkan program pendidikan nasional yang meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dengan memperhatikan keberagaman budaya Indonesia.
4.       Merevitalisasi dan memperkuat potensi dan kompetensi ekosistem pendidikan.
5.       Kecenderungan kondisi degradasi moralitas, etika dan budi pekerti.
Karakter yang ingin dikembangkan dalam Penguatan pendidikan Karakter (PPK) ini sesuai dengan filosofi pendidikan karakter yang telah dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu berupa sinergi antara olah hati (etik), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik). Dari olah hati diharapkan individu memiliki kerohanian mendalam, beriman dan bertakwa. Dari olah rasa dan karsa diharapkan individu memiliki integritas moral, rasa berkesenian dan berkebudayaan. Dari olah pikir diharapkan individu memiliki keunggulan akademis sebagai hasil pembelajaran dan pembelajar sepanjang hayat. Dan olah raga diharapkan individu yang sehat dan mampu berpartisipasi aktif sebagai warga negara.
Hasil dari sinergi antara olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa serta olah raga ini akan muncul nilai-nilai seperti religius, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab dan lain-lain. Dari nilai-nilai tersebut diharapkan mengkristal pada diri peserta didik sehingga memiliki lima nilai karakter yang utama yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan integritas. Lima nilai karakter utama tersebut merupakan aktualisasi dari Pancasila, 3 pilar Gerakan nasional Revolusi Mental, nilai – nilai kearifan lokal dan tantangan masa depan.


Kelima karakter utama prioritas PPk disekolah yaitu sebagai berikut :

  1. 1 Religius
Sikap religius mencerminkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Peserta didik diharuskan menjadi pemeluk agama yang taat dan patuh serta tidak merendahkan agama lain. Selain itu, pada peserta didik ditekankan agar menyadari dan memanfaatkan dengan baik segala anugerah yang diberikan oleh Tuhan.

  1. 2 Nasionalis
Nasionalis adalah upaya peserta didik untuk selalu menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau kelompok. Jiwa nasionalis ini dapat diwujudkan mulai dari hal yang kecil yaitu menaati peraturan sekolah, mengikuti upacara bendera dan selalu bersikap disiplin.

  1. 3 Mandiri
Mandiri adalah upaya peserta didik untuk menggunakan tenaga, pikiran dan waktunya agar harapan, mimpi dan cita-citanya dapat tercapai dengan tidak bergantung pada orang lain. Sebuah kesuksesan di masa yang akan datang akan terwujud apabila peserta didik dibiasakan hidup mandiri sejak kecil. Mandiri ini merupakan nilai karakter yang utama yang harus dimiliki oleh peserta didik.

  1. 4 Integritas
Integritas memiliki arti selalu berupaya menjadikan dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan karena memiliki sifat yang kuat mempertahankan prinsip dan menjadi dasar yang melekat pada diri sendiri sebagai nilai moral. Selain itu mutu, sifat dan keadaan menjadi suatu kesatuan yang utuh sehingga terbentuk potensi dan kemampuan yang dapat memancarkan kewibawaan dan kejujuran.

  1. 5 Gotong Royong
Gotong royong merupakan tindakan menghargai kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan sehingga tercapai suatu hasil yang dibanggakan.
 Kelima karakter tersebut atau bahkan ke 18 karakter yang telah dirilis oleh Kemdikbud tidak dapat berdiri dan berkembang secara sendiri-sendiri, melainkan harus saling terikat dan berinteraksi satu sama lain sehingga dapat berdiri bersama dan berkembang secara dinamis dan membentuk pribadi yang utuh.

3.      Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Pemberian Reward
a.      Problem Based Learning
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)  adalah model pembelajaran yang berlandaskan masalah, menuntut siswa untuk memiliki pengetahuan dan mahir dalam memecahkan masalah dengan mencari strategi penyelesaiannya yang tepat.  Model pembelajaran ini juga mengharapkan peserta didik memiliki kemampuan belajar sendiri serta berperan aktif dalam kelompok.
Dutch (1994) memiliki rumusan tentang Problem Based Learning, menurut Dutch Problem Based Learning (PBL) adalah instruksional yang menantang siswa agar “belajar dan belajar” mewujudkan kerja sama yang baik dalam kelompok untuk mencari solusi masalah yang nyata. Masalah ini digunakan agar dalam diri peserta didik muncul rasa ingin tahu serta kemampuan analisis dan kreatif tentang pelajaran akan terpancing dan terpacu.
Problem Based Learning (PBL) memiliki beberapa karakter diantaranya :

  1. Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pengajuan pertanyaan atau masalah ini sangat penting bagi peserta didik karena masalah tersebut dapat mengorganisasikan pembelajaran yang akan dihadapi peserta didik. Secara sosial penting akan terjalin komunikasi dan kerjasama, sedangkan secara pribadi akan muncul rasa ingin tahu cara pemecahan masalahnya dan mulai menuntut pemikiran kritis terhadap masalah tersebut yang didasari pengetahuan yang dimiliki.

  1. 2 Berfokus pada keterkaitan antar disiplin (tematik)
Masalah yang diberikan kepada peserta didik diharuskan hasil pemilihan yang benar-benar dapat mendisiplinkan ilmu yang nyata. Sehingga dalam pemecahan masalahnya terdapat hubungan antara ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan permasalahan yang biasanya muncul dalam kehidupan nyata.

  1. 3 Penyelidikan Autentik dalam model pembelajaran PBL
Dalam pemecahan masalah, peserta didik diharuskan melakukan penyelidikan secara autentik sehingga terwujud penyelesaian yang nyata terhadap masalah nyata yang diberikan kepada peserta didik.

  1. 4 Menghasilkan produk dan memamerkannya
Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam karya nyata. Produk tersebut dapat berupa cara atau langkah-langkah penyelesaian yang berbeda dalam pembelajaran matematika yang berupa hasil pemikiran kritis dan kreatif yang dimiliki peserta didik, namun tetap berorientasi dengan materi pembelajaran. Serta mampu untuk mempresentasikannya atau menjelaskannya.

  1. 5 Model Pembelajaran PBL melatih kolaborasi dan kerja sama
Pembelajaran secara PBL akan memunculkan kerja sama antara peserta didik dalam pemecahan masalah, saling bertukar pikiran mengeluarkan ide-idenya serta saling berlomba secara sehat untuk memecahkan masalah dengan cara penyelesaiannya masing-masing.

Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ini memerlukan persiapan dan pemahaman yang tepat. Guru diharapkan menjelaskaan terlebih dahulu tujuan dan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PBL ini. Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL) ini antara lain :
1.      Pemaparan konsep atau materi dengan mengklarifikasi istilah-istilah dalam masalah;
2.      Merumuskan masalah;
3.      Menganalisis masalah;
4.      Menata gagasan secara matematis;
5.      Memformulasikan tujuan pembelajaran;
6.      Mencari informasi tambahan dari sumber lain;
7.      Menggabungkan dan menguji informasi baru serta membuat laporan;
8.      Mempresentasikan hasil laporan
Model pembelajaran yang digunakan pastinya selalu memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda. Adapaun beberapa kelebihan dari model PBL ini diantaranya yaitu :
1.      Pemecahan masalah sangat efektif digunakan untuk memahami isi pelajaran;
2.      Pemecahan masalah akan menantang siswa untuk menunjukan kemampuan berpikir kritis dan kreatifnya, serta menimbulkan kepuasan dalam diri peserta didik atas keberhasilan dalam penemuan baru;
3.      Pemecahan masalah menjadikan aktivitas pembelajaran peserta didik menjadi semakin meningkat;
4.      Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik mengetahui bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata;
5.      Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalm pembelajaran yang mereka lakukan.
6.      Peserta didik menjadi lebih peka terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
Selain beberapa kelebihan yang dimiliki, PBL juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya yaitu :
1.      Kesulitan memecahkan persoalan ketika peserta didik tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah tersebut dapat dipecahkan;
2.      Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan persiapan dan pelaksanaan pembelajaran ini cukup lama;
3.      Apabila peserta didik tidak diberikan pemahaman dan alasan yang tepat tentang upaya yang harus peserta didik lakukan untuk menemukan pemecahan massalah, maka peserta didik tidak akan belajar tentang apa yang seharusnya mereka pelajari.

b.      Pemberian Reward
Pemberian Reward merupakan salah satu bentuk penguatan (reinforcement) yang diperlukan oleh peserta didik untuk terus berusaha melakukan sesuatu yang lebih baik. Pemberian reward memiliki tujuan utama yaitu untuk meningkatkan motivasi dan keingintahuan peserta didik untuk terus belajar dan selalu meningkatkan kemampuan belajarnya ke arah yang lebih baik. Reward yang diberikan dapat berupa barang atau pujian (praise).
Dalam Webster’s Dictinary, pujian diartikan sebagai suatu tindakan mengungkapkan persetujuan atau kekaguman. Pujian memiliki tujuan utama sebagai pengontrol atau mengoreksi diri untuk menumbuhkan rasa harga diri pada peserta didik, kemandirian, prestasi dan meningkatnya minat belajar.
Fungsi utama pemberian reward pada peserta didik yaitu terapat tiga fungsi diantaranya :
1.      Memiliki nilai pendidikan;
2.      Motivasi bagi peserta didik untuk melakukan kembali tindakan yang dapat diterima oleh lingkungana atau masyarakat;
3.      Memperkuat prilaku yang disetujui secara sosial dan tidak adanya penghargaan, maka peserta didik tidak akan mengulangi perilaku tersebut.
Peserta didik dapat mengasosiasikan bahwa pemberian penghargaan atau pujian ini berdasarkan perilaku yang disetujui oleh masyarakat. Sedangkan tujuan pemberian penghargaan pada peserta didik dalam proses pembelajaran maupun di luar pembelajaran yaitu :
1. Mendorong siswa agar lebih giat belajar;
2. Memberi apresiasi atas usaha mereka;
3. Menumbuhkan persaingan yang sehat antar siswa untuk meningkatkan prestasi.
            Pemberian reward dapat dilakukan dengan berbagai cara bisa dalam bentuk verbal atau perkataan, bisa dalam bentuk barang dan bisa dalam bentuk perlakuan istimewa. Pemberian reward ini harus disesuaikan dengan prestasi atau keberhasilan siswa serta tindakan yang baik. Pemberian penghargaan akan meningkatkan minat belajar peserta didik. Dengan minat yang tinggi, maka peserta idik akan belajar dengan senang hati, penuh semangat dan proses pembelajaran akan lebih terarah.
C.      PEMBAHASAN
Kurikulum 2013 diberlakukan oleh pemerintah sebagai salah satu cara untuk membiasakan peserta didik berpikir tingkat tinggi. Hal ini karena dalam kurikulum 2013 pembelajaran berpusat pada peserta didik. Sedangkan guru hanya sebagai inspirator, generator dan membimbing. Peserta didik yng memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi diharapkan dapat menyelesaikan masalah baik di dalam kelas maupun dalam kehidupan nyata.
Adanya Gerakan Nasional Revolusi Mental untuk mempersiapkan Generasi emas 2045 dengan keterampilan abad 21 yang mana di dalamnya terdapat kompetensi dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi serta nilai karakter sebagai jiwa nasional dimasa yang akan datang. Maka, guru sebagai inspirator, generator dan pembimbing harus mampu mengarahkan peserta didik untuk memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi dan nilai karakter.
Salah satu mata pelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan belajar tingkat tinggi yaitu mata pelajaran Matematika. Seperti yang tercantum di dalam Permendikbud tahun 2016 No 21 yaitu :
1.        Menunjukan sikap logis, kritis, analitis, kreatif, cermat dan teliti, bertanggungjawab, responsif dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah;
2.        Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, semangat belajar yang kontinu, pemikiran reflektif dan ketertarikan pada Matematika;
3.        Memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan pada Matematika, serta sikap kritis yang terbentuk melalui pengalaman belajar;
4.        Memiliki sikap terbuka, objektif dan menghargai karya teman dalam interaksi kelompok maupun aktivitas sehari-hari;
5.        Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan Matematika dengan jelas dan efektif;
6.        Menjelaskan pola dan menggunakannya untuk melakukan prediksi dan kecenderungan jangka panjang; menggunakannya untuk memprediksi kecenderungan atau memeriksa keshahihan argument;
7.        Menentukan strategi penyelesaian masalah yang efektif, mengevaluasi hasil dan melakukan perumusan.
Matematika mengharapkan peserta didik dapat memiliki kemampuan pemecahan masalah dengan pemikiran yang kritis dan kreatif serta menghasilkan ide atau gagasan yang baru. Maka, proses pembelajaran Matematika harus berorientasi dengan soal-soal Higher Order of Thinking Skills (HOTS). Soal-soal yang dimunculkan dalam pembelajaran bukan hanya masalah tentang materi pembelajaran tetapi juga tentang masalah dalam dunia nyata. Atau dapat diartikan bahwa materi dalam soal tersebut dikemas sedemikian rupa dengan menampilkan kehidupan nyata.
Soal HOTS tidaklah selalu susah, pada umumnya soal HOTS banyak menampilkan masalah dalam kehidupan nyata dan fokus pada menalar. Soal HOTS juga selalu menggunakan analisis logis dan keputusan yang menggantung. Soal HOTS harus mampu menampilkan kemungkinan-kemungkinan baru. Bukan hanya nilai keilmuan yang akan terwujud dari pembelajaran Matematika yang berorientasi Higher Order of Thinking Skills,  akan tetapi harus disertai terwujudnya nilai spiritual dan nilai sosial yang merupakan bagian dari Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
Menurut Santoso (1983), matematika dan logika merupakan bagian alat untuk menyusun dan mendisiplinkan pemikiran. Suyitno (2011) juga menjelaskan bahwa materi persamaan kuadrat dengan berbagai macam himpunan semesta dapat dikaitkan dengan nilai-nilai kesadaran akan HAM, toleransi, keharmonisan dalam hubungan masayarakat serta meciptakan perdamaian dunia. Matematika yang merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki jam tatap muka lumayan banyak harus mampu menanamkan pendidikan karakter dengan berorientasi pada pemikiran tingkat tinggi. Guru Matematika harus menjadi petunjuk arah bagi peserta didik, menjadi sosok inspiratif dan teladan. Serta mampu mengordinir proses pembelajaran  secara tepat dan baik. Oleh karena itu, untuk mewujudkan peserta didik yang siap di masa depan dengan memiliki keterampilan abad 21 tersebut dapat menggunakan model pembelajaran kombinasi Problem Based Learning dengan pemberian Reward. Proses pembelajaran inovatif dan interaktif dapat dimanfaatkan untuk menanamkan nilai karakter pada peserta didik. Seperti nilai karakter religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, percaya diri, kreatif, mandiri, demokratis, tanggung jawab, peduli lingkungan, komunikatif, gotong royong dan lain sebagainya.
Model pembelajaran yang diharapkan dapat membentuk perilaku saintifik, sosial serta mengembangkan rasa pengetahuan yang merupakan Implementasi kurikulum 2013 menurut Permendikbud No 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses diantaranya yaitu model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning/PBL). Tujuan PBL adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan konsep- konsep pada permasalahan baru/nyata, pengintegrasian konsep Higher Order Thinking Skills (HOT’s), keinginan dalam belajar, mengarahkan belajar diri sendiri dan keterampilan (Norman and Schmidt).
Adanya beberapa kelemahan dalam model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang diantaranya yaitu adanya kesulitan dalam memecahkan masalah karena peserta didik tidak memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat dan mampu menyelesaikan masalah tersebut; Waktu yang dibutuhkan lumayan harus lama; dan Jika tidak diberikan pemahaman yang tepat, peserta didik tidak akan melakukan apa yang harus dipelajari. Maka, dalam pelaksanaan model pembelajaran PBL dapat dilengkapi dengan pemberian reward untuk mengatasi masalah tersebut. Dan setiap langkah – langkahnya selalu disertakan dengan jelas nilai-nilai karakter yang harus dimiliki peserta didik.
Adapun langkah – langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran Matematika yang berorientasi HOTS melalui Problem Based Learning (PBL) dan Pemberian Reward agar tertanam pendidikan karakter pada diri peserta didik, diantaranya yaitu :
No
Langkah Kerja
Aktivitas Guru
Aktivitas Siswa
1
Kegiatan pendahuluan dari mulai guru sebagai role modele
-    Guru selalu datang tepat waktu agar menjadi contoh teladan peserta didik untuk menanamkan nilai karakter disiplin.
-    Guru memberikan reward dengan pujian kepada siswa yang datang lebih awal atau tepat waktu.
-        Peserta didik akan mencontoh gurunya untuk datang tepat waktu dan akan merasa malu jika datang kesiangan.
-        Apabila mendapt reward dari guru atas kedatangannya yg lebih awal atau tepat waktu, maka peserta didik akan merasa bangga dan membiasakan diri datang tepat waktu. Sehingga tertanam nilai disiplin.
2
Pembiasaan ucapan salam dan berdoa sebelum belajar dimulai
Guru selalu mengucapkan salam lebih awal untuk mengawali pembelajaran dan meminta peserta didik untuk berdoa terlebih dahulu. Kegiatan ini dapat menanamkan nilai religiusitas pada peserta didik.
Peserta didik menjawab salam dari guru dan melakukan berdoa sebelum pembelajaran di mulai agar pelajaran yang dipelajari dapat bermanfaat pada dirinya dan dapat menanamkan religiusitas
3
Memberikan pemahaman tentang manfaat Matematika
Guru memberikan motivasi kepada peserta didik untuk menghargai dan memahami manfaat Matematika dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilakukan dengan menyadarkan bahwa Matematika dapat digunakan untuk mengasah otak kita agar selalu berpikir kritis sehingga siap untuk menghadapi masalah apapun dalam kehidupan nyata.
Tertanamnya nilai religiusitas atau selalu bersyukur dalam diri peserta didik, apabila memahami manfaat Matematika sebagai alat untuk memanfaatkan fungsi kerja otak yang merupakan pemberian Tuhan untuk dimanfaatkan sebaik mungkin sebagai bekal hidup yang lebih baik di masa yang akan datang.
4.
Orientasi peserta didik pada masalah
Guru memberikan masalah atau soal – soal yang berorientasi HOTS untuk dipecahkan atau dicari cara penyelesaiannya oleh peserta didik.
-        Peserta didik akan dituntut untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan soal atau masalah tersebut dan selalu bekerja keras untuk mencari cara penyelesaiannya.
-        Bagi peserta didik yang memiliki keyakinan yang lemah tentang kemampuannya, maka guru memberikan reward kepada siswa yang mampu menyelesaikan soal tersebut sebagai motivasi. Reward tersebut berupa bintang sebagai nilai prestasi atau keberhasilan.
5
Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
Guru memastikan peserta didik memahami soal – soal yang diberikan dan mengarahkan peserta didik agar terlebih dahulu mencoba menyelesaikan soal tersebut sendiri dengan kreatif menggunakan langkah sesuai materi yang masing-masing peserta didik miliki.
Peserta didik akan mencoba menyelesaikan soal tersebut dengan cara kreatif menggunakan langkah-lang sesuai materi yang dimilikinya. Hal ini dapat menanamkan nilai kreatif dan mandiri.
6
Membimbing peserta dalam menyelesaikan masalah atau soal HOTS
Guru membimbing peserta didik yang merasa kesulitan dalam menyelesaikan masalah dengan menekankan peserta didik untuk bertanya kepada temannya atau tutor sebaya bukan untuk mencontek.
Adanya kegiatan berkelompok, saling membimbing antar teman atau tutor sebaya antar peserta didik akan menanamkan nilai persahabatan dan gotong royong saling tukar pikiran
7
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
-    Guru meminta peserta didik yang telah menyelesaikan soal untuk menunjukan hasilnya kepada peserta didik lainnya dan mencoba menerangkan langkah-langkah pemecahan masalahnya atau presentasi di depan kelas.
-    Peserta didik yang telah tampil atau menunjukan hasil kerjanya, diberikan reward berupa pujian, bintang dan nilai untuk penghargaan atas keberhasilannya dan keberaniannya.
-    Guru mengembangkan soal HOTS dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang menuntut peserta didik untuk berpikir kembali dan menciptakan ide baru, seperti :
a.      Adakah cara lain...?
b.      Bagaimana jika....?
Pertanyaan ini berlaku untuk peserta didik lain, sehingga saling bersaing dengan sehat untuk menjawab dan mendapatkan reward.
-       Peserta didik yang mampu tampil di depan kelas untuk menunjukkan hasil kerja penyelesaian masalah soal tersebut dan mempresentasikan atau menjelaskannya di depan kelas akan menanamkan nilai integritas pada diri peserta didik.
-       Adanya reward yang diberikan oleh guru akan terus memotivasi peserta didik untuk bersaing dengan sehat sehingga unggul dan berprestasi sebagai nilai nasionalis
-       Pertanyaan guru yang bertujuan mengembangkan soal tersebut, menuntut peserta didik untuk berpikir kembali dengan kritis sehingga akan muncul rasa ingin tahu dan percaya diri mampu menyelesaikannya.
8
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik lain untuk menganalisis hasil kerja temannya yang tampil di depan dan saling memberikan tanggapan.
Adanya tanggapan dan evaluasi dari peserta didik akan tertanam nilai saling menghargai. Peserta didik dan guru bersama-sam membuat rangkuman materi
9
Kegiatan Penutup dapat dilakukan dengan menyanyikan lagu nasional terlebih dahulu dan kemudian berdoa.
Guru membimbing siswa untuk menyanyikan lagu nasional serta pemahaman bahwa apa yang telah dipelajari sebagai bekal di masa yang akan datang sebagai generasi muda yang siap membangun bangsa dan siap mengahadapi kehidupan nyata.
Pembiasaan ini akan menanamkan nilai nasionalisme dan religius dalam diri peserta didik.

D.   KESIMPULAN
Pembelajaran Matematika yang berorientasi pada Higher Order of Thinking Skill (HOTS) mengarahkan siswa untuk berpikir kritis dan kreatif dalam pemecahan masalah serta menciptakan ide-ide baru yang dikemas melalui pembelajaran dengan Problem Based Learning (PBL) dan Pemberian Reward. Serta menanamkan nilai–nilai pendidikan karakter disetiap langkah pembelajarannya, sehingga dalam diri peserta didik tertanam nilai utama pendidikan karakter dan memiliki kompetensi dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi sebagai bekal peserta didik di masa yang akan datang dan siap untuk mengahadapi masa depan yang global.

VCT kembali

VCT Kembali VCT kembali datang atau kah kembali ada?? Apapun itu yang pasti VCT Batch 6 akan segera hadir menemani kita semua para guru he...