ABSTRAK
Pendidikan pada era
globalisasi sekarang ini, bukanlah sebatas mengisi pengetahuan atau
materi-materi saja ke kepala peserta didik. Akan tetapi, harus sesuai dengan
peraturan pemerintah yang memberlakukan Kurikulum 2013. Pada kurikulum ini
pendidikan berpusat pada siswa dengan tujuan untuk pembentukan 4C yaitu Critical Thinking and Problem solving,
Creativity and Innovation, Collaboration, dan Communication. Jenis
Softskill yang tertuang dalam 4C ini dikenal dengan kompetensi pada keterampilan
abad-21, yang mana pada abad ini dunia
berkembang dengan cepat dan dinamis. Sehingga 4C ini sebagai kunci kesuksesan
peserta didik dalam menghadapi kehidupan dimasa depan. Pendidik harus mampu
membangun kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, cermat, sistematis,
evaluatif, analitis, fleksibel, bekerja sama dan menciptakan ide-ide baru pada
diri peserta didik. Hal ini dapat dilakukan melalui pembelajaran Matematika yang
menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi atau yang sering dikenal
dengan Higher Order of Thinking Skill
(HOTS). HOTS merupakan kemampuan untuk menganalisis, menghubungkan,
memanipulasi dan mengubah pengetahuan yang sudah dimiliki dengan berpikiran
yang kritis dan kreatif untuk menciptakan sebuah ide atau cara dalam memecahkan masalah pada situasi yang baru. Untuk
membangun generasi emas tahun 2045 yang dibekali oleh keterampilan abad 21,
bukan hanya kompetensinya saja yang harus dimiliki oleh peserta didik, akan
tetapi harus memiliki nilai karakter agar peserta didik dapat beradaptasi pada
lingkungan yang dinamis, yang semakin kompleks, tidak pasti namun banyak
harapan untuk kemajuan bangsa. Sehinga peserta didik memiliki nilai-nilai yang
kokoh yaitu nilai spiritual, nilai moral dan nilai keilmuannya. Oleh karena
itu, penting bagi pendidik untuk merubah strategi pembelajarannya khususnya
dalam pelajaran Matematika yaitu dengan mengombinasikan model pembelajaran Problem Based Learning dan Pemberian Reward berorientasi HOTS yang didasari
penanaman Pendidikan Karakter.
Kata Kunci : Higher Order of Thinking Skill (HOTS),
Penguatan Pendidikan Karakter, Matematika dengan Problem Based Learning dan
Pemberian Reward.
A.
PENDAHULUAN
Dunia
pendidikan merupakan sebuah wadah untuk menghasilkan para generasi muda yang
siap untuk menghadapi masa depan yang semakin global. Sesuai dengan yang
tercantum di dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
telah di jelaskan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan
efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global sehingga diperlukan
pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Oleh
karena itu, pemerintah membuat kebijakan tentang Penguatan Pendidian Karakter
(PPK) yang merupakan integrasi dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yaitu
perubahan cara berpikir, bersikap dan bertindak menjadi lebih baik. Sehingga
terwujud generasi emas 2045 yang memiliki nilai karakter spiritual, sosial dan
keilmuan yang kokoh disertai keterampilan abad 21 yaitu pertama kualitas
karakter yang meliputi kristalisasi nilai-nilai PPK yaitu Religiositas, Nasionalisme, Kemandirian,
Gotong Royong, dan Integritas. Kedua yaitu Literasi dasar yang
meliputi Literasi bahasa, Literasi
Numerasi, Literasi Sains, Literasi Digital, Literasi Finansial, Literasi Budaya
dan Kewargaan dan yang ketiga yaitu kompetensi yang meliputi Berpikir Kritis, Kreativitas, Komunikasi dan
Kolaborasi.
Salah satu proses untuk
mewujudkan tercapainya kompetensi yang tercermin dalam keterampilan abad 21
yaitu melalui pembelajaran Matematika.
Matematika
adalah pelajaran yang universal dan berbentuk abstrak, namun dapat diartikan
secara konteks yang menuntut peserta didik untuk mengembangkan pola pikir
secara kritis, untuk mengartikan dan menyelesaikan masalah atau soal-soal yang
ada serta dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Matematika merupakan
pelajaran yang memiliki tujuan agar peserta didik menjadi orang pemikir (thinker) dan menjadi orang pemecah
masalah (problem solver).
Peserta didik dapat menjadi orang
pemikir dan pemecah masalah apabila ditanamkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi atau sering disebut dengan Higher
Order of Thinking Skills (HOTS). Semakin kuatnya nilai keilmuan generasi
muda di masa yang akan datang, maka perlu diimbangi dengan kuatnya nilai
pendidikan karakter dalam diri generasi muda sebagai jiwa utama dengan
memperhatikan keragaman budaya Indonesia dan siap untuk menghadapi dinamika
perubahan masa depan. Oleh karena itu, pembelajaran matematika perlu dirancang
sedemikian rupa agar dalam diri peserta didik tertanam pendidikan karakter
melalui ilmu Matematika yang berorientasi HOTS dengan mengombinasikan model
pembelajaran Problem Based Learning
dan Pemberian Reward.
B.
KAJIAN
TEORI
1.
HIGHER
ORDER OF THINKING SKILLS (HOTS)
Higher
Order of Thinking Skills (HOTS) merupakan bagian dari
tingkatan pemikiran yang bernama Taksonomi Bloom’s yang dikenal sebagai konsep
dari Benjamin S.Bloom dkk. Tingkat pemikiran ini mulai dari Lower Order of Thinking Skills (LOTS)
yaitu keterampilan berpikir tingkat rendah sampai dengan Higher Order of Thinking Skills (HOTS) yaitu keterampilan berpikir
tingkat tinggi. HOTS ini merupakan bagian dari ranah kognitif yang bertujuan
untuk mengasah keterampilan mental berkaitan dengan pengetahuan. Pada tahun
2001, taksonomi Bloom ini kemudian di revisi oleh Lorin Anderson, David
Karthwohl, dkk. Adapun perubahan susunan
Taksonomi Bloom tersebut yaitu seperti tampak pada gambar berikut :

Menurut Adi Saputra,
M.Pd, “HOTS adalah kemampuan berpikir Kritis, logis, reflektif, metakognitif
dan berpikir kreatif yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi.” Di
dalam kurikulum 2013, materi yang diajarkan sampai membentuk metakognitif yaitu
peserta didik dapat memprediksi, mendesain dan memperkirakan. Hal ini sejalan
dengan tahapan HOTS yaitu Analyzing (analisis),
Evaluazing (Evaluasi) dan Creating (kreasi).
Analyzing
(analisis)
yaitu kemampuan berpikir dalam menspesifikasi aspek-aspek atau elemen dari
sebuah konteks tertentu. Evaluazing (Evaluasi)
yaitu kemampuan berpikir dalam mengambil keputusan berdasarkan fakta atau
informasi. Dan Creating (kreasi)
yaitu kemampuan berpikir dalam membangun gagasan atau ide-ide. Analyzing dan Evaluazing merupakan ranah dalam pembentukan berpikir Kritis pada
peserta didik dan Creating merupakan
ranah dalam pembentukan kreatif pada peserta didik sebagai akhir dari tujuan
pembelajaran.
Didalam buku
Psikologi Umum yang ditulis oleh Drs. Alex Sobur, M.Si, dijelaskan bahwa
berpikir mempunyai arti berjerih payah secara mental untuk memahami sesuatu
yang dialami atau mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang dihadapi.
Dalam berpikir juga termuat kegiatan meragukan dan memastikan, merancang,
menghitung, mengukur, mengevaluasi, membandingkan, menggolongkan,
memilah-milah, atau membedakan, menghubungkan, menafsirkan, melihat
kemungkinan-kemungkinan yang ada, membuat analisis dan sintesis, menalar atau
menarik kesimpulan, dari premis-premis yang ada, menimbang dan memutuskan
(Sobur, 2009:201). Berpikir Kritis di sebut juga sebagai berpikir evaluatif
yang menilai baik buruknya dan tepat atau tidaknya suatu gagasan.
Tingkatan
keterampilan berpikir menurut (krulik dan Rudnick, 1999) secara umum,
keterampilan berpikir terbagi menjadi empat tahapan yaitu Recall Thinking (menghapal), Basic
thinking (dasar), Critical Thinking
(Kritis), dan Creative Thinking
(kreatif). Menghapal merupakan tingkat berpikir paling rendah. Basic seperti
memahami konsep penjumlahan. Kritis yaitu berpikir yang berupa memeriksa,
menghubungkan dan mengevaluasi semua aspek situasi atau masalah termasuk
didalamnya mengumpulkan, mengorganisir, mengingat dan menganalisa informasi.
Kemampuan menarik kesimpulan yang benar dari data yang diberikan dan mampu
menentukan ketidakkonsistenan dan pertentangan dalam sekelompok data merupakan
bagian dari berpikir kritis. Sedangkan berpikir kreatif yaitu bersifat orisinal
dan reflektif kegiatannya menyatukan ide atau menciptakan ide baru.
Salah satu tujuan
pendidikan Matematika yaitu agar peserta didik dapat memiliki kemampuan
berpikir tingkat tinggi yang diantaranya yaitu berpikir kritis dan kreatif.
Oleh karena itu, perlu implementasi keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam
kelas dengan melaksanakan pembelajaran yang berorientasi Higher Order of thinking skills (HOTS). Beberapa motivasi yang
dapat dilakukan oleh guru untuk memotivasi peserta didik untuk berpikir tingkat
tinggi menurut Conklin dan Manfro (2010;18) yaitu :
1. Membuka
pelajaran dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada HOTS untuk mengawali
diskusi dan debat.
2. Mengakhiri
pelajaran dengan pertanyaan-pertanyaan HOTS yang digunakan untuk sebagai alat
penilaian.
3. Menempatkan
aktivitas brainstorming pada
pertengahan pelajaran untuk mendorong siswa menemukan ide dan berpikir kreatif.
4. Memberikan
tugas berupa open ended sebagai
pekerjaan rumah untuk mengetahui kreativitas dan pemahaman mereka terhadap
pelajaran yang telah dipelajari.
Beberapa
pertanyaan yang dapat digunakan oleh guru untuk membimbing peserta didik berpikir
tingkat tinggi menurut Krulick & Rudnick (1995:3) yaitu what’s if ...
? (Bagaimana jika ...?), what’s wrong ...? (Apa yang salah ...?), what’s
would you do ... ? (apa yang akan kamu lakukan ... ?), dan what’s
another ways ... (Adakah cara lain ...?). adapun ciri-ciri dari soal HOTS menurut Sabda
PS (founder zanius education) yaitu :
1. HOTS
fokus pada menalar
2. Soal
HOTS tidak selalu susah
3. Soal
HOTS banyak menanyakan fenomena sehari-hari
4. Keunggulan
Soal HOTS bukan isi pelajarannya yang utama, tapi efek dari belajar tersebut
yang paling penting.
Contoh soal HOTS
diantaranya yaitu :
Rudi
ingin mengambil uang sejumlah Rp. 1.000.000,- dalam dua ATM yang berbeda dengan
nilai nominal Rp. 100.000,- dan Rp. 500.000.-. berapa banyak variasi
pengambilan uang yang dapat dilakukan oleh Rudi?

Dalam
sebuah pertandingan sepak bola, Dimas mendapat lima kali melakukan tendangan
penalti. Peluang tendangan Dimas menghasilkan gol adalah
. Berapa peluang tendangan
Dimas menghasilkan 2 gol?
Pada
soal HOTS diatas, siswa dituntut untuk menyelesaikannya dengan menelaah soal
sampai memahami masalahnya, merancang model matematika dari soal cerita
tersebut disesuaikan dengan materi yang telah mereka pelajari, kemudian
menyelesaikan model matematika tersebut sampai dengan menafsirkan solusi yang
diperoleh untuk memecahkan masalah dalam soal tersebut.
2.
Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK)
Pemerintah
Indonesia telah mengeluarkan beberapa kebijakan dalam dunia pendidikan untuk mempersiapan
membangun Generasi Emas tahun 2045 yang dibekali dengan Keterampilan Abad 21.
Kualitas Karakter merupakan salah satu aspek untuk membangun Generasi Emas 2045
dengan disertai kemampuan dalam aspek Literasi dan Kompetensi. Penguatan
Pendidikan Karakter ini merupakan salah satu kebijakan yang terintegrasi dari
Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yang bertujuan untuk menciptakan
perubahan cara berpikir, cara bersikap dan bertindak menjadi lebih baik.
Besarnya tuntutan
masa depan yang semakin global memunculkan kesadaran bahwa negara harus
mempersiapkan generasi muda yang siap tangkap menghadapi tantangan ke depan
yang semakin kompleks. Oleh karena itu, pendidikan karakter perlu ditanamkan
pada peserta didik sebagai generasi muda yang akan datang yaitu terutama nilai
spiritual, sosial dan keilmuannya.
Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) menurut Perpres 87/2017 didefinisikan sebagai gerakan
pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah
hati (etik), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik) dengan dukungan pelibatan
publik dan kerjasama antara sekolah, keluarga dan masyarakat yang merupakan
bagian dari Gerakan Nasional Revolusi mental (GRNM) (Wahyudin, 2018:16). Selain
itu, penerapan PPK dilatarbelakangi juga oleh amanat yang tercantum di dalam
Undang-Undang Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 3 yang menyatakan
bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggungjawab.
Berdasarkan
latarbelakang tersebut, maka Tujuan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) diantaranya
:
1.
Mengembangkan
kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat;
2.
Membangun dan
membekali Peserta Didik sebagai generasi emas Indonesia Tahun 2045 guna
menghadapi dinamika perubahan di masa depan;
3.
Mengembangkan program
pendidikan nasional yang meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama
dengan memperhatikan keberagaman budaya Indonesia.
4.
Merevitalisasi dan
memperkuat potensi dan kompetensi ekosistem pendidikan.
5.
Kecenderungan kondisi
degradasi moralitas, etika dan budi pekerti.
Karakter yang
ingin dikembangkan dalam Penguatan pendidikan Karakter (PPK) ini sesuai dengan
filosofi pendidikan karakter yang telah dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara
yaitu berupa sinergi antara olah hati (etik), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi),
dan olah raga (kinestetik). Dari olah
hati diharapkan individu memiliki kerohanian mendalam, beriman dan bertakwa. Dari
olah rasa dan karsa diharapkan individu memiliki integritas moral, rasa
berkesenian dan berkebudayaan. Dari olah pikir diharapkan individu memiliki
keunggulan akademis sebagai hasil pembelajaran dan pembelajar sepanjang hayat.
Dan olah raga diharapkan individu yang sehat dan mampu berpartisipasi aktif
sebagai warga negara.
Hasil
dari sinergi antara olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa serta olah raga
ini akan muncul nilai-nilai seperti religius, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah
air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan,
peduli sosial dan tanggung jawab dan lain-lain. Dari nilai-nilai tersebut
diharapkan mengkristal pada diri peserta didik sehingga memiliki lima nilai
karakter yang utama yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan
integritas. Lima nilai karakter utama tersebut merupakan aktualisasi dari
Pancasila, 3 pilar Gerakan nasional Revolusi Mental, nilai – nilai kearifan lokal
dan tantangan masa depan.
Kelima
karakter utama prioritas PPk disekolah yaitu sebagai berikut :
- 1 Religius
Sikap religius mencerminkan keimanan dan ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Peserta didik diharuskan menjadi pemeluk agama yang taat
dan patuh serta tidak merendahkan agama lain. Selain itu, pada peserta didik
ditekankan agar menyadari dan memanfaatkan dengan baik segala anugerah yang
diberikan oleh Tuhan.
- 2 Nasionalis
Nasionalis adalah upaya peserta didik untuk selalu
menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau
kelompok. Jiwa nasionalis ini dapat diwujudkan mulai dari hal yang kecil yaitu
menaati peraturan sekolah, mengikuti upacara bendera dan selalu bersikap
disiplin.
- 3 Mandiri
Mandiri adalah upaya peserta didik untuk menggunakan tenaga,
pikiran dan waktunya agar harapan, mimpi dan cita-citanya dapat tercapai dengan
tidak bergantung pada orang lain. Sebuah kesuksesan di masa yang akan datang
akan terwujud apabila peserta didik dibiasakan hidup mandiri sejak kecil.
Mandiri ini merupakan nilai karakter yang utama yang harus dimiliki oleh
peserta didik.
- 4 Integritas
Integritas memiliki arti selalu berupaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan
karena memiliki sifat yang kuat mempertahankan prinsip dan menjadi dasar yang
melekat pada diri sendiri sebagai nilai moral. Selain itu mutu, sifat dan
keadaan menjadi suatu kesatuan yang utuh sehingga terbentuk potensi dan
kemampuan yang dapat memancarkan kewibawaan dan kejujuran.
- 5 Gotong Royong
Gotong royong merupakan
tindakan menghargai kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan sehingga
tercapai suatu hasil yang dibanggakan.
3.
Model
Pembelajaran Problem Based Learning dan Pemberian Reward
a.
Problem
Based Learning
Model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang berlandaskan
masalah, menuntut siswa untuk memiliki pengetahuan dan mahir dalam memecahkan
masalah dengan mencari strategi penyelesaiannya yang tepat. Model pembelajaran ini juga mengharapkan
peserta didik memiliki kemampuan belajar sendiri serta berperan aktif dalam
kelompok.
Dutch
(1994) memiliki rumusan tentang Problem
Based Learning, menurut Dutch Problem
Based Learning (PBL) adalah instruksional yang menantang siswa agar
“belajar dan belajar” mewujudkan kerja sama yang baik dalam kelompok untuk
mencari solusi masalah yang nyata. Masalah ini digunakan agar dalam diri
peserta didik muncul rasa ingin tahu serta kemampuan analisis dan kreatif
tentang pelajaran akan terpancing dan terpacu.
Problem Based Learning
(PBL) memiliki beberapa karakter diantaranya :
- 1 Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pengajuan
pertanyaan atau masalah ini sangat penting bagi peserta didik karena masalah
tersebut dapat mengorganisasikan pembelajaran yang akan dihadapi peserta didik.
Secara sosial penting akan terjalin komunikasi dan kerjasama, sedangkan secara
pribadi akan muncul rasa ingin tahu cara pemecahan masalahnya dan mulai
menuntut pemikiran kritis terhadap masalah tersebut yang didasari pengetahuan
yang dimiliki.
- 2 Berfokus
pada keterkaitan antar disiplin (tematik)
Masalah
yang diberikan kepada peserta didik diharuskan hasil pemilihan yang benar-benar
dapat mendisiplinkan ilmu yang nyata. Sehingga dalam pemecahan masalahnya
terdapat hubungan antara ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan permasalahan
yang biasanya muncul dalam kehidupan nyata.
- 3 Penyelidikan
Autentik dalam model pembelajaran PBL
Dalam
pemecahan masalah, peserta didik diharuskan melakukan penyelidikan secara
autentik sehingga terwujud penyelesaian yang nyata terhadap masalah nyata yang
diberikan kepada peserta didik.
- 4 Menghasilkan
produk dan memamerkannya
Pembelajaran
berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam
karya nyata. Produk tersebut dapat berupa cara atau langkah-langkah
penyelesaian yang berbeda dalam pembelajaran matematika yang berupa hasil
pemikiran kritis dan kreatif yang dimiliki peserta didik, namun tetap
berorientasi dengan materi pembelajaran. Serta mampu untuk mempresentasikannya
atau menjelaskannya.
- 5 Model
Pembelajaran PBL melatih kolaborasi dan kerja sama
Pembelajaran
secara PBL akan memunculkan kerja sama antara peserta didik dalam pemecahan
masalah, saling bertukar pikiran mengeluarkan ide-idenya serta saling berlomba
secara sehat untuk memecahkan masalah dengan cara penyelesaiannya
masing-masing.
Model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) ini
memerlukan persiapan dan pemahaman yang tepat. Guru diharapkan menjelaskaan
terlebih dahulu tujuan dan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran PBL ini. Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran dengan
model Problem Based Learning (PBL)
ini antara lain :
1. Pemaparan
konsep atau materi dengan mengklarifikasi istilah-istilah dalam masalah;
2. Merumuskan
masalah;
3. Menganalisis
masalah;
4. Menata
gagasan secara matematis;
5. Memformulasikan
tujuan pembelajaran;
6. Mencari
informasi tambahan dari sumber lain;
7. Menggabungkan
dan menguji informasi baru serta membuat laporan;
8. Mempresentasikan
hasil laporan
Model
pembelajaran yang digunakan pastinya selalu memiliki kelebihan dan kekurangan
yang berbeda-beda. Adapaun beberapa kelebihan dari model PBL ini diantaranya
yaitu :
1. Pemecahan
masalah sangat efektif digunakan untuk memahami isi pelajaran;
2. Pemecahan
masalah akan menantang siswa untuk menunjukan kemampuan berpikir kritis dan
kreatifnya, serta menimbulkan kepuasan dalam diri peserta didik atas
keberhasilan dalam penemuan baru;
3. Pemecahan
masalah menjadikan aktivitas pembelajaran peserta didik menjadi semakin
meningkat;
4. Pemecahan
masalah dapat membantu peserta didik mengetahui bagaimana mentransfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata;
5. Pemecahan
masalah dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya
dan bertanggungjawab dalm pembelajaran yang mereka lakukan.
6. Peserta
didik menjadi lebih peka terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungan
sekitarnya.
Selain
beberapa kelebihan yang dimiliki, PBL juga memiliki beberapa kekurangan
diantaranya yaitu :
1. Kesulitan
memecahkan persoalan ketika peserta didik tidak memiliki minat atau tidak
memiliki kepercayaan bahwa masalah tersebut dapat dipecahkan;
2. Waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan persiapan dan pelaksanaan pembelajaran ini
cukup lama;
3. Apabila
peserta didik tidak diberikan pemahaman dan alasan yang tepat tentang upaya
yang harus peserta didik lakukan untuk menemukan pemecahan massalah, maka
peserta didik tidak akan belajar tentang apa yang seharusnya mereka pelajari.
b.
Pemberian
Reward
Pemberian
Reward merupakan salah satu bentuk penguatan (reinforcement) yang diperlukan oleh peserta didik untuk terus
berusaha melakukan sesuatu yang lebih baik. Pemberian reward memiliki tujuan
utama yaitu untuk meningkatkan motivasi dan keingintahuan peserta didik untuk
terus belajar dan selalu meningkatkan kemampuan belajarnya ke arah yang lebih
baik. Reward yang diberikan dapat berupa barang atau pujian (praise).
Dalam
Webster’s Dictinary, pujian diartikan sebagai suatu tindakan mengungkapkan
persetujuan atau kekaguman. Pujian memiliki tujuan utama sebagai pengontrol atau
mengoreksi diri untuk menumbuhkan rasa harga diri pada peserta didik,
kemandirian, prestasi dan meningkatnya minat belajar.
Fungsi utama pemberian reward pada peserta didik yaitu terapat
tiga fungsi diantaranya :
1. Memiliki
nilai pendidikan;
2. Motivasi
bagi peserta didik untuk melakukan kembali tindakan yang dapat diterima oleh
lingkungana atau masyarakat;
3. Memperkuat
prilaku yang disetujui secara sosial dan tidak adanya penghargaan, maka peserta
didik tidak akan mengulangi perilaku tersebut.
Peserta didik dapat mengasosiasikan bahwa
pemberian penghargaan atau pujian ini berdasarkan perilaku yang disetujui oleh
masyarakat. Sedangkan tujuan pemberian penghargaan pada peserta didik dalam
proses pembelajaran maupun di luar pembelajaran yaitu :
1. Mendorong siswa agar lebih giat belajar;
1. Mendorong siswa agar lebih giat belajar;
2.
Memberi apresiasi atas usaha mereka;
3.
Menumbuhkan persaingan yang sehat antar siswa untuk meningkatkan prestasi.
Pemberian reward dapat dilakukan dengan berbagai cara bisa dalam bentuk verbal
atau perkataan, bisa dalam bentuk barang dan bisa dalam bentuk perlakuan
istimewa. Pemberian reward ini harus
disesuaikan dengan prestasi atau keberhasilan siswa serta tindakan yang baik. Pemberian
penghargaan akan meningkatkan minat belajar peserta didik. Dengan minat yang
tinggi, maka peserta idik akan belajar dengan senang hati, penuh semangat dan
proses pembelajaran akan lebih terarah.
C.
PEMBAHASAN
Kurikulum 2013
diberlakukan oleh pemerintah sebagai salah satu cara untuk membiasakan peserta
didik berpikir tingkat tinggi. Hal ini karena dalam kurikulum 2013 pembelajaran
berpusat pada peserta didik. Sedangkan guru hanya sebagai inspirator, generator
dan membimbing. Peserta didik yng memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi
diharapkan dapat menyelesaikan masalah baik di dalam kelas maupun dalam
kehidupan nyata.
Adanya Gerakan
Nasional Revolusi Mental untuk mempersiapkan Generasi emas 2045 dengan
keterampilan abad 21 yang mana di dalamnya terdapat kompetensi dengan kemampuan
berpikir tingkat tinggi serta nilai karakter sebagai jiwa nasional dimasa yang
akan datang. Maka, guru sebagai inspirator, generator dan pembimbing harus
mampu mengarahkan peserta didik untuk memiliki kemampuan berpikir tingkat
tinggi dan nilai karakter.
Salah satu mata
pelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan belajar tingkat tinggi yaitu
mata pelajaran Matematika. Seperti yang tercantum di dalam Permendikbud tahun
2016 No 21 yaitu :
1.
Menunjukan sikap logis, kritis, analitis,
kreatif, cermat dan teliti, bertanggungjawab, responsif dan tidak mudah
menyerah dalam memecahkan masalah;
2.
Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri,
semangat belajar yang kontinu, pemikiran reflektif dan ketertarikan pada
Matematika;
3.
Memiliki rasa percaya pada daya dan
kegunaan pada Matematika, serta sikap kritis yang terbentuk melalui pengalaman
belajar;
4.
Memiliki sikap terbuka, objektif dan
menghargai karya teman dalam interaksi kelompok maupun aktivitas sehari-hari;
5.
Memiliki kemampuan mengkomunikasikan
gagasan Matematika dengan jelas dan efektif;
6.
Menjelaskan pola dan menggunakannya untuk
melakukan prediksi dan kecenderungan jangka panjang; menggunakannya untuk
memprediksi kecenderungan atau memeriksa keshahihan argument;
7.
Menentukan strategi penyelesaian masalah
yang efektif, mengevaluasi hasil dan melakukan perumusan.
Matematika
mengharapkan peserta didik dapat memiliki kemampuan pemecahan masalah dengan
pemikiran yang kritis dan kreatif serta menghasilkan ide atau gagasan yang
baru. Maka, proses pembelajaran Matematika harus berorientasi dengan soal-soal Higher Order of Thinking Skills (HOTS).
Soal-soal yang dimunculkan dalam pembelajaran bukan hanya masalah tentang
materi pembelajaran tetapi juga tentang masalah dalam dunia nyata. Atau dapat
diartikan bahwa materi dalam soal tersebut dikemas sedemikian rupa dengan
menampilkan kehidupan nyata.
Soal HOTS tidaklah
selalu susah, pada umumnya soal HOTS banyak menampilkan masalah dalam kehidupan
nyata dan fokus pada menalar. Soal HOTS juga selalu menggunakan analisis logis
dan keputusan yang menggantung. Soal HOTS harus mampu menampilkan kemungkinan-kemungkinan
baru. Bukan hanya nilai keilmuan yang akan terwujud dari pembelajaran
Matematika yang berorientasi Higher Order
of Thinking Skills, akan tetapi harus
disertai terwujudnya nilai spiritual dan nilai sosial yang merupakan bagian
dari Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
Menurut Santoso
(1983), matematika dan logika merupakan bagian alat untuk menyusun dan
mendisiplinkan pemikiran. Suyitno (2011) juga menjelaskan bahwa materi
persamaan kuadrat dengan berbagai macam himpunan semesta dapat dikaitkan dengan
nilai-nilai kesadaran akan HAM, toleransi, keharmonisan dalam hubungan
masayarakat serta meciptakan perdamaian dunia. Matematika yang merupakan salah
satu mata pelajaran yang memiliki jam tatap muka lumayan banyak harus mampu
menanamkan pendidikan karakter dengan berorientasi pada pemikiran tingkat
tinggi. Guru Matematika harus menjadi petunjuk arah bagi peserta didik, menjadi
sosok inspiratif dan teladan. Serta mampu mengordinir proses pembelajaran secara tepat dan baik. Oleh karena itu, untuk
mewujudkan peserta didik yang siap di masa depan dengan memiliki keterampilan
abad 21 tersebut dapat menggunakan model pembelajaran kombinasi Problem Based Learning dengan pemberian Reward. Proses pembelajaran
inovatif dan interaktif dapat dimanfaatkan untuk menanamkan nilai karakter pada
peserta didik. Seperti nilai karakter religius, jujur, toleransi, disiplin,
kerja keras, percaya diri, kreatif, mandiri, demokratis, tanggung jawab, peduli
lingkungan, komunikatif, gotong royong dan lain sebagainya.
Model pembelajaran
yang diharapkan dapat membentuk perilaku saintifik, sosial serta mengembangkan
rasa pengetahuan yang merupakan Implementasi kurikulum 2013 menurut
Permendikbud No 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses diantaranya yaitu model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based
Learning/PBL). Tujuan PBL adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan
konsep- konsep pada permasalahan baru/nyata, pengintegrasian konsep Higher
Order Thinking Skills (HOT’s), keinginan dalam belajar, mengarahkan belajar
diri sendiri dan keterampilan (Norman and Schmidt).
Adanya
beberapa kelemahan dalam model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) yang diantaranya yaitu adanya kesulitan dalam
memecahkan masalah karena peserta didik tidak memiliki keyakinan bahwa dirinya
dapat dan mampu menyelesaikan masalah tersebut; Waktu yang dibutuhkan lumayan
harus lama; dan Jika tidak diberikan pemahaman yang tepat, peserta didik tidak
akan melakukan apa yang harus dipelajari. Maka, dalam pelaksanaan model
pembelajaran PBL dapat dilengkapi dengan pemberian reward untuk mengatasi
masalah tersebut. Dan setiap langkah – langkahnya selalu disertakan dengan jelas
nilai-nilai karakter yang harus dimiliki peserta didik.
Adapun
langkah – langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran Matematika yang
berorientasi HOTS melalui Problem Based
Learning (PBL) dan Pemberian Reward
agar tertanam pendidikan karakter pada diri peserta didik, diantaranya yaitu :
No
|
Langkah
Kerja
|
Aktivitas
Guru
|
Aktivitas
Siswa
|
1
|
Kegiatan pendahuluan dari
mulai guru sebagai role modele
|
- Guru
selalu datang tepat waktu agar menjadi contoh teladan peserta didik untuk
menanamkan nilai karakter disiplin.
- Guru
memberikan reward dengan pujian kepada siswa yang datang lebih awal atau
tepat waktu.
|
-
Peserta didik akan mencontoh gurunya
untuk datang tepat waktu dan akan merasa malu jika datang kesiangan.
-
Apabila mendapt reward dari guru atas kedatangannya
yg lebih awal atau tepat waktu, maka peserta didik akan merasa bangga dan
membiasakan diri datang tepat waktu. Sehingga tertanam nilai disiplin.
|
2
|
Pembiasaan ucapan salam dan
berdoa sebelum belajar dimulai
|
Guru selalu mengucapkan
salam lebih awal untuk mengawali pembelajaran dan meminta peserta didik untuk
berdoa terlebih dahulu. Kegiatan ini dapat menanamkan nilai religiusitas pada
peserta didik.
|
Peserta didik menjawab salam
dari guru dan melakukan berdoa sebelum pembelajaran di mulai agar pelajaran
yang dipelajari dapat bermanfaat pada dirinya dan dapat menanamkan religiusitas
|
3
|
Memberikan pemahaman tentang
manfaat Matematika
|
Guru memberikan motivasi
kepada peserta didik untuk menghargai dan memahami manfaat Matematika dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilakukan dengan menyadarkan bahwa
Matematika dapat digunakan untuk mengasah otak kita agar selalu berpikir
kritis sehingga siap untuk menghadapi masalah apapun dalam kehidupan nyata.
|
Tertanamnya nilai religiusitas atau selalu bersyukur dalam diri peserta
didik, apabila memahami manfaat Matematika sebagai alat untuk memanfaatkan
fungsi kerja otak yang merupakan pemberian Tuhan untuk dimanfaatkan sebaik
mungkin sebagai bekal hidup yang lebih baik di masa yang akan datang.
|
4.
|
Orientasi peserta didik pada
masalah
|
Guru memberikan masalah atau
soal – soal yang berorientasi HOTS untuk dipecahkan atau dicari cara
penyelesaiannya oleh peserta didik.
|
-
Peserta didik akan dituntut untuk
berpikir kritis dalam menyelesaikan soal atau masalah tersebut dan selalu bekerja keras untuk mencari cara
penyelesaiannya.
-
Bagi peserta didik yang memiliki
keyakinan yang lemah tentang kemampuannya, maka guru memberikan reward kepada
siswa yang mampu menyelesaikan soal tersebut sebagai motivasi. Reward
tersebut berupa bintang sebagai nilai prestasi atau keberhasilan.
|
5
|
Mengorganisasikan peserta
didik untuk belajar
|
Guru memastikan peserta
didik memahami soal – soal yang diberikan dan mengarahkan peserta didik agar
terlebih dahulu mencoba menyelesaikan soal tersebut sendiri dengan kreatif
menggunakan langkah sesuai materi yang masing-masing peserta didik miliki.
|
Peserta didik akan mencoba
menyelesaikan soal tersebut dengan cara kreatif menggunakan langkah-lang
sesuai materi yang dimilikinya. Hal ini dapat menanamkan nilai kreatif dan mandiri.
|
6
|
Membimbing peserta dalam
menyelesaikan masalah atau soal HOTS
|
Guru membimbing peserta
didik yang merasa kesulitan dalam menyelesaikan masalah dengan menekankan
peserta didik untuk bertanya kepada temannya atau tutor sebaya bukan untuk
mencontek.
|
Adanya kegiatan berkelompok,
saling membimbing antar teman atau tutor sebaya antar peserta didik akan
menanamkan nilai persahabatan dan
gotong royong saling tukar pikiran
|
7
|
Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya
|
- Guru
meminta peserta didik yang telah menyelesaikan soal untuk menunjukan hasilnya
kepada peserta didik lainnya dan mencoba menerangkan langkah-langkah pemecahan
masalahnya atau presentasi di depan kelas.
- Peserta
didik yang telah tampil atau menunjukan hasil kerjanya, diberikan reward
berupa pujian, bintang dan nilai untuk penghargaan atas keberhasilannya dan
keberaniannya.
- Guru
mengembangkan soal HOTS dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang menuntut
peserta didik untuk berpikir kembali dan menciptakan ide baru, seperti :
a.
Adakah
cara lain...?
b.
Bagaimana
jika....?
Pertanyaan ini berlaku untuk
peserta didik lain, sehingga saling bersaing dengan sehat untuk menjawab dan
mendapatkan reward.
|
- Peserta
didik yang mampu tampil di depan kelas untuk menunjukkan hasil kerja
penyelesaian masalah soal tersebut dan mempresentasikan atau menjelaskannya
di depan kelas akan menanamkan nilai integritas
pada diri peserta didik.
- Adanya
reward yang diberikan oleh guru akan terus memotivasi peserta didik untuk
bersaing dengan sehat sehingga unggul
dan berprestasi sebagai nilai nasionalis
- Pertanyaan
guru yang bertujuan mengembangkan soal tersebut, menuntut peserta didik untuk
berpikir kembali dengan kritis sehingga akan muncul rasa ingin tahu dan percaya diri mampu menyelesaikannya.
|
8
|
Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah
|
Guru memberikan kesempatan
kepada peserta didik lain untuk menganalisis hasil kerja temannya yang tampil
di depan dan saling memberikan tanggapan.
|
Adanya tanggapan dan
evaluasi dari peserta didik akan tertanam nilai saling menghargai. Peserta didik dan guru bersama-sam membuat
rangkuman materi
|
9
|
Kegiatan Penutup dapat
dilakukan dengan menyanyikan lagu nasional terlebih dahulu dan kemudian
berdoa.
|
Guru membimbing siswa untuk
menyanyikan lagu nasional serta pemahaman bahwa apa yang telah dipelajari
sebagai bekal di masa yang akan datang sebagai generasi muda yang siap
membangun bangsa dan siap mengahadapi kehidupan nyata.
|
Pembiasaan ini akan
menanamkan nilai nasionalisme dan religius dalam diri peserta didik.
|
D.
KESIMPULAN
Pembelajaran
Matematika yang berorientasi pada Higher
Order of Thinking Skill (HOTS) mengarahkan siswa untuk berpikir kritis dan
kreatif dalam pemecahan masalah serta menciptakan ide-ide baru yang dikemas melalui
pembelajaran dengan Problem Based
Learning (PBL) dan Pemberian Reward.
Serta menanamkan nilai–nilai pendidikan karakter disetiap langkah
pembelajarannya, sehingga dalam diri peserta didik tertanam nilai utama
pendidikan karakter dan memiliki kompetensi dengan kemampuan berpikir tingkat
tinggi sebagai bekal peserta didik di masa yang akan datang dan siap untuk
mengahadapi masa depan yang global.



Karya ilmiah, keren
BalasHapusIni bikin waktu seleksi OGN kemarin bu
BalasHapus